Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 21 April 2014

pajak bumi dan bangunan

MAKALAH HUKUM PAJAK
Tentang
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN LANJUTAN


Description: Description: http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTmHStulMhB6yF7y0soY1sXqkmzoe-WX1xLnusENGSrKSaTNV36JA


Oleh :
KELOMPOK 2
Dwi Anggietha Saputri
Zuwita Permata Sari
Elsy Julianda
Putri Rahmadani



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(lanjutan)

A.   Tahun, saat dan Tempat yang menentukan Pajak Terutang
Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun pajak
tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)
Tempat PBB terutang adalah :
a.  untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi letak objek PBB;
b.  untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek PBB.
B.   Penetapan, Tata Cara Pembayaran dan Pembagian PBB
  batas waktu pelunasan utang PBB
  • Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
  • Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.
  denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
    cara membayar PBB
Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :
  • - Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
  • - ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
  • - Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
  • - Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).
C.   Pengurangan, Keberatan dan Banding
Diberikan pengurangan pajak terhutang bilamana wajib pajak :
a.       karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab lain yaitu :
·         lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak perorangan.
·         Objek pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak perseorangan yang berpenghasilan rendah.
·         Objek pajak dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak perseorangan yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi.
·         Objek pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.
·         Objek pajak dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpeng-hasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi.
Besarnya persentase pengurangan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat penghasilan wajib pajak dan besarnya PBB yang terhutang. Pengurangan ditetapkan setinggi-tingginya 75 %.
b.      objek pajak terkena bencana alam.
Besarnya persentase pengurangan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB. Pengurangan ini bisa ditetapkan sampai 100 %.
* Cara pengajuan permohonan pengurangan
Wajib pajak bisa mengajukan permohonan pengurangan PBB dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
Permohonan pengurangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a.       Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai dengan Rp 25.000 dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif.
b.      Permohonan pengurangan untuk ketetapan PBB diatas Rp 25.000 harus diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan dengan melampirkan foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.
c.       Untuk wajib pajak badan hukum harus dilampiri dengan :
·         foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.
·         SPT PPh tahun pajak yang terakhir beserta lampirannya.
d.      Atas objek pajak yang terkena bencana alam dan sebab-sebab lain yang luar biasa dan bersifat massal, diajukan secara tertulis oleh Kepala desa/lurah dan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama wajib pajak yang dimohonkan pengurangannya.
e.       Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh wajib pajak.
f.       Dalam hal objek pajak terkena bencana alam diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak terjadinya bencana alam.
g.      Apabila batas waktu pengajuan (e) dan (f) tidak dipenuhi, maka permohonan tersebut tidak diproses dan Kepala Kantor Pelayanan PBB memberitahukan kepada wajib pajak/Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan secara tertulis dengan penjelasannya.
Batas Waktu Pengurangan Permohonan.
a.       Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP, harus sudah memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari sejak diterimanya permohonan pengurangan.
b.      Keputusan dapat menerima seluruh , sebagian permohonan atau menolak.
c.       Keputusan pemberian pengurangan berlaku untuk satu tahun pajak.
d.      Keputusan dibuat berdasar hasil penelitian administrasi dan atau verifikasi lapangan dengan pertimbangan wajar dan objektif.
e.       Bila jangka waktu permohonan 60 hari telah lewat dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap diterima dan diterbitkan keputusan pemberian pengurangan yang besarnya sesuai dengan permohonan pengurangan.
f.       Jangka waktu 60 hari dihitung sejak tanggal tanda terima surat permohonan tersebut bila disampaikan langsung atau tanggal diterimanya surat permohonan di Kantor Pelayanan PBB bila surat dikirimkan melalui Pos/sarana pengiriman lainnya.
KEBERATAN
Keberatan muncul karena :
1.      Wajib pajak merasa besarnya pajak terhutang pada SPPT yang diterimanya tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya, misalnya :
a.  kesalahan luas objek pajak.
b. kesalahan klasifikasi objek PBB.
c.  kesalahan penetapan/pengenaan pajak terhutang.
                        terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan PBB antara wajib pajak dan aparat pajak.
Cara pengajuan
Pengajuan harus memenuhi syarat :
1.      Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan alasan yang jelas dan dilampiri bukti – bukti resmi.
2.      Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak diterimanya SPPT/SKP.
3.      Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
4.      Keberatan besarnya pajak terhutang pada SPPT/SKP harus diajukan untuk tiap objek pajak dengan surat keberatan tersendiri pada tiap tahun pajak.
Bukti – bukti untuk memperkuat alasan keberatan adalah :
1.      Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat.
2.      Surat pengukuran tanah/gambar rincian dari tanah dimaksud.
3.      Akte jual beli/segel.
4.      Girik/petuk D (SPPT, SKP, SKIP – IPEDA ).
5.      Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6.      Surat penunjukan kaveling.
Bila sudah diajukan, wajib pajak akan menerima tanda bukti bahwa surat pengajuan keberatan telah diterima.
Proses Penyelesaian Keberatan
Setelah surat pengajuan keberatan diterima , diadakan penelitian kebenaran persyaratan keberatan agar bisa ditentukan bisa tidaknya diproses keberatan tersebut. Bila perlu Kantor Pelayanan PBB akan melakukan peninjauan langsung atas objek pajak di lapangan.
Penyelesaian Keberatan
Ada beberapa kategori keputusan atas keberatan yang dibuat Kepala Kantor Pelayanan PBB.
1.      Keberatan diterima seluruhnya bila keberatan yang diajukan terbukti kebenarannya.
2.      Keberatan diterima sebagian , besar pajak terhutang akan diadakan pembetulan.
3.      Bila data – data yang disampaikan dalam keberatan hanya sebagian saja yang terbukti kebenarannya, besarnya pajak terhutang akan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya dan pada SPPT/SKP diadakan pembetulan seperlunya.
4.      Keberatan ditolak, bila data yang diajukan tidak memenuhi persyaratan dan tidak terbukti kebenarannya.
Pengajuan keberatan yang dapat menambah besarnya pajak :
Bila data yang diajukan, setelah diadakan peninjauan objek pajak di lapangan dan dibandingkan dengan data banding yang diperoleh dari instansi terkait ternyata ada perubahan yang meningkatkan data objek pajak maka data itu akan dipakai sebagai bahan membetulkan data yang ada pada SPPT/SKP. Sehingga bagi wajib pajak yang mengajukan keberatan, besarnya pajak terhutang akan bertambah.
Jangka waktu pengajuan dan penyelesaian keberatan
Yang harus diperhatikan oleh wajib pajak adalah :
·         Pengajuan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SPPT dan atau SKP oleh wajib pajak.
·         Kecuali apabila dalam jangka waktu itu wajib pajak bisa menunjukkan alasan tidak dipenuhinya ketentuan karena keadaan di luar kekuasaannya.
Kepala Kantor Pelayanan PBB akan memproses penyelesaian keberatan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya surat keberatan. Bila 12 bulan telah lewat dan KKP PBB belum/tidak memberikan keputusan keberatan, pengajuan keberatan dianggap diterima. Wajib pajak wajib membayar pajak terhutang yang sebenarnya seperti dalam surat keberatan.
BANDING
Wajib pajak dapat mengajukan permasalahan keberatan ke tingkat banding yaitu kepada Badan Peradilan Pajak (Badan Penyelesaian Sengketa Pajak/BPSP) yang diatur dalam UU 17/1997. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Syarat dan tata cara pengajuan banding:
a.       diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya
b.      tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
c.       dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
d.      dilampiri salinan surat keputusan atas keberatan
e.       terhadap satu surat keputusan keberatan, diajukan satu permohonan banding
f.       banding terhadap besarnya jumlah pajak terhutang hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terhutang dimaksud telah dibayar lunas.
Bentuk Putusan Banding
a.       Putusan Banding Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa
1.      menolak;
2.      mengabulkan sebagian atas seluruhnya;
3.      menambah pajak yang harus dibayar;
4.      tidak dapat diterima;
5.      membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung.
b.      Putusan banding oleh BPSP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap serta bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagaian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.
Pengajuan banding dilakukan karena :
·         Pengajuan keberatan ditolak oleh KKP PBB karena data objek tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau adanya perbedaan penafsiran per undang-undangan antar wajib pajak dan aparat pajak.
·         Subjek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan Direktur Jendral Pajak.
Keputusan banding berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan kekuatan hukum baik terhadap Dirjen Pajak maupun terhadap wajib pajak.
b.    Pengaihan
c.      Sangsi
sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap
  • a. Sanksi Administrasi
    • Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
    • Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
  • b. Sanksi Pidana
    • Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
    • Barang siapa karena dengan sengaja :
      • 1). Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
      • 2). Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
      • 3). Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
      • 4). Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
      • 5). Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
d.    Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB
Penyebab Terjadi Kelebihan Pembayaran PBB
Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam hal:
a. PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang; atau
b. dilakukan pembayaran PBB yang tidak seharusnya terutang.
Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PBB kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat objek pajak terdaftar.
Permohonan harus memenuhi persyaratan:
  1. permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya pengembalian yang dirnohon disertai alasan yang jelas;
  2. permohonan diIampiri fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (sPPT),surat Tagihan Pajak PBB (STP PBB), atau sKP PBB, dan bukti pembayaran PBB yang sah; dan
  3. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk:
a) Wajib Pajak badan; atau
b) Wajib Pajak orang pribadi dengan kelebihan pembayaran PBB menurut Wajib Pajak lebih banyak dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
2) surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan kelebihan pembayaran PBB menurut Wajib Pajak paling banyak Rp 2.000.000(dua juta rupiah).
Jangka Waktu Pengembalian Kelebihan pembayaran PBB
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan pengembalian Wajib .
Ketentuan di atas oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2011 tentang Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar